Kebijakan Fiskal, APBN dan APBD
1. KEBIJAKAN
FISKAL
A. Latar Belakang
Kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing –
masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua
variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment
expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP,
inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor
– sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor
pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini
memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan
pengeluaran.[1]
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling
berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Sebagaiman kita ketahui bahwa
kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar surat berharga, dan
pasar uang dan surat berhargta itu akan menentukan tinggi rendahnya tingkat
bunga, dan tingkat bunga akan memperngaruhi tingkat agregat.
Kebijakan fiskal akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan
dan penawaran agregat, yang pada giliranya permintaan dan penawaran agregat itu
akan menentukan keadaan di pasar barang dan jasa. Kondisi di pasar barang dan
jasa ini akan menentukan tingkat harga dan kesempatan kerja akan menentukan
tingkat pendapatan dan tingkat upah yang di harapkan. Keduanya akan memiliki
umpan balik yaitu pendapatan akan memberikan umpan balik terhadap permintaan
agregat dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran agregat dan
pasar uang serta pasar surat berharga.
Seperti hal nya di Negara Indonesia yang sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung
sejak beberapa tahun yang lalu. Dimana Tingginya tingkat krisis yang dialami
negeri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai
dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi,
semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya
pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus
berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam
mengatasinya.[2]
Krisis global saat ini jauh lebih
parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi.
Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya,
gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua
bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat
bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan
kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada
kebijakan fiscal.
Menurut Mohamad Ikhsan,
negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini
sepakat mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari
produk domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara
teoretis kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam
pelaksanaannya sering kali terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama
di negara berkembang.[3]
Di dalam perjalanannya, pertumbuhan
ekonomi di Indonesia masih berada pada tahap perkembangan.seiring dengan
berjalannya pemerintahan, pengeluaran pemerintah atas kegiatan-kegiatan
pemerintahan yang mencakup pengeluaran di bidang politik maupun di bidang
ekonomi yang mana semuanya sudah di rencanakan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Dalam mengelola sumber pendapatan dan pengeluaran
pemerintah, dalam hal ini pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan baik
kebijakan di bidang moneter maupun kebijakan fiskal.yang mana kebijakan ini
akan memberikan dampak yang berpengaruh besar terhadap pemerintah dalam
menjalankan kegiatan di bidang perekonomian di Indonesia.
Di susunnya makalah ini bertujuan untuk
membantu mahasiswa dan masyarakat pada umumnya dalam upaya mengetahui dan
memperdalam pengetahuan di bidang perekonomian indonesia khususnya yang
berkaitan dengan pembentukan APBN dan kebijakan fiskal yang di jalankan oleh
pemerintah Indonesia.[4]
B. Pengertian kebijakan fiscal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan
dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada
pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.Instrumen kebijakan fiskal adalah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari
sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada
ekonomi.[5]
Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah
pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam
perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi.
Menurut Tulus TH Tambunan, kebijakan memiliki
dua prioritas, yang pertama adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan
belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya. Defisit APBN
terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang
kedua adalah mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara
lain ; pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca
pembayaran
Sedangkaan menurut Nopirin, Ph. D. , kebijakan
fiskal terdiri dari perubahan pengeluaran pemerintah atau perpajakkan dengan
tujuan untuk mempengaruhi besar serta susunan permintaan agregat.Indicator yang
biasa dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah
(dan juga pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak.
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang
dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran
dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.[6]
Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.[6]
Pada sektor rumah
tangga(RTK), dimana rumah tangga melakukan pembelian barang dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan untuk konsumsi daan mendapatkan pendapatan berupa
gaji, upah, sewa, dividen, bunga, dll dari perusahaan. kegiatan ekonomi dengan
Pemerintah adalah rumah tangga menyetorkan sejumah uang sebagai pajak dan
menerima penerimaan berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa, dll.
Sedangkan dengan Dunia Internasional adalah rumah tangga mengimpor barang dan
jasa dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada sektor
perusahaan, kegiatan ekonomi memiliki hubungan dengan rumah tangga yaitu
perusahaan menghasilkan produk-produk barupa barang dan jasa yang dikonsumsi
oleh masyarakat dan memberikan penghasilah dan keuntungan kepada rumah tangga
barupa gaji, deviden, sewa, upah, bunga. Sedangkan hubungan dengan Pemerintah,
perusahaan akan membayar pajak kepada pemerintah dan menjual produk dan jasa
kepada pemerintah. Sedangkan hubungan dengan Dunia Internasional, perusahaan
melakukan impor atas produk barang maupun jasa dari luar negri.[7]
Pada sektor
pemerintah, kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan RumahTangga dimana
pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk kebutuhan operasional,
pembangunan. Dan untuk hubungan dengan Perusahaan, pemerintah mendapatkan
penerimaan pajak dari pengusaha dan
Pemerintah membeli
produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada. Pada sektor
Dunia Internasional / Luar Negeri, dimana Hubungan dengan RumahTangga adalah
dunia internasional menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga.
dan untuk Hubungan dengan Perusahaan, dunia internasional mengekspor produknya
kepada bisnis-bisnis perusahaan.
Negara Indonesia
yang sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang
lalu. Dimana Tingginya tingkat krisis yang dialami negeri kita ini
diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas
inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak
modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa
pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya. Kebijakan
moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah
mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam
mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah.
Kondisi ekonomi
negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu
pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy
dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi
ekonomi dan ongkos yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang
ditempuh saat ini berupa open market operation memerlukan ongkos yang mahal.
Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh
pasar keuangan internasional.[8]
Pengaruh krisis
ekonomi pada kebijakan fiskal, dimana Berdasarkan AD/ART pemerintah negara
Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan oleh BI, untuk semester pertama
tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit anggaran yang
disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembayaran bunga hutang.
Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya
peningkatan penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan
pengeluaran. Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan
deregulasi sektor riil menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang
tidak seimbang.
C.
Teori kebijakan fiskal
Di Indonesia, kebijakan fiskal mempunyai dua
prioritas. Prioritas pertama adalah mengatasi APBN, dan masalah – masalah APBN
lainnya.Defisit APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil daripada
pengeluarannya. Prioritas kedua adalah mengatasi masalah stabilitas ekonomi
makro, yang terkait dengan antara lain laju pertumbuhan ekonomi, tingkat atau
laju pertumbuhan inflasi, jumlah kesempatan kerja/ penggangguran dan saldo
neraca pembayaran. Apabila APBN defisit, pemerintah hanya mempunyai dua pilihan
untuk membiayai saldo negatif tersebut, yaitu didanai oleh Bank Indoneisa lewat
printing money yang berarti jumlah uang yang beredar di masyarakat meningkat,
atau melebihi pinjaman, baik dari dalam negeri, misalnya dengan menerbitkan
obligasi, atau dari luar negeri ( cara yang kedua ini berarti ekonomi tidak
lagi tertutup ). Karena opsi pertama tersebut sangat berisiko terhadap
peningkatan laju inflasi, maka biasanya opsi kedua yang dipilih.[9]
Dari semua unsur APBN hanya pembelanjaan
Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah
dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila
perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan
permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan
pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan
anggaran.
D.
Tujuan
Kebijakan Fiskal
Tujuan kebijakan fiscal adalah
untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan
memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah
transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah
sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat
kesempatan kerja (N).
Tujuan utama kebijakan fiskal ialah
untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga. Implementasinya untuk
menggerakkan Pos penerimaan dan pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleksnya struktur ekonomi perdagangan
dan keuangan, maka semakin rumit pula cara penanggulangan inflasi. Kombinasi
beragam harus digunakan secara tepat, seperti kebijakan fiskal, kebijakan
moneter, perdagangan dan penentuan harga.[10]
Dalam kebijakan fiskal, inflasi
dikendalikan dengan surplus anggaran, sedangkan dalam kerangka kebijakan
moneter, inflasi dikendalikan dengan tingkat bunga dan cadangan wajib. Piranti
kebijakan yang perlu dipersiapkan.
Adapun kebijakan fiskal sebagai
sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai
berikut :
1. Untuk
meningkatkan laju investasi.
Kebijakan
fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi disektor swasta dan
sektor Negara.Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk
mendorong dan menghambat bentuk investasi tertuntu. Dalam rangka itu pemerintah
harus menerapkan kebijaan investasi berencana di sektor publik, namun pada
kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal terjadi suatu problem
yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang tinggi dan
terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara
tersbut. Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup, baik
swasta maupun pemerintha.Oleh karena itu kebijakan fiskal memberikan solusi
yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan inkremental yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat laju
investasi. Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh
pemerintah dalam rangka menaikkan rasio tabungan incremental bagi mobilisasi
volume keuangan pembangunan yang diperlukan diantaranya;[11]
(1)
control fisik langsung,
(2)
peningkatan tariff pajak yang ada,
(3)
penerapan pajak baru,
(4)
surplus dari perusahaan Negara,
(5)
pinjaman pemerintah yang tidak bersifat
inflationer dan
(6)
keuangan defisit.
2. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan
fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan
investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang menjadi
tangunggan Negara secara serentak berupaya memacu laju pembentukkan
modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam pembentukkan
pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya produksi.
3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk
merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan
pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk mendirikan
perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta melalui pemberian subsidi,
keringanan dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan langkah ini tercipta
tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga diiringi dengan
pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional
Kebijaksanaan
fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi
menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka mengurangi
dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan pajak
ekspor dan impor.Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok yang timbul dari
kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi pada impor barang
konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat penggunaan daya beli
tambahan.
5. Untuk menanggulangi inflasi
Kebijakan
fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah dengan cara
penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi,
karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar tambahan pendapatan
uang yang tercipta dalam proses inflasi.
6. Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Kebijakan
fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri dari
upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat
pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya investasi
dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan regional yang berimbang
pada berbagai sektor perekonomian.[12]
E. Fungsi pokok kebijakan
fiscal
Berikut adalah fungsi dari kebijakan fiskal pemerintah, yaitu:
1)
Fungsi
Alokasi
Maksudnya, mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat guna memenuhi
kebutuhan masyarakat terhadap barang-barang publik.
2)
Fungsi
Distribusi
Maksudnya, peranan pemerintah dalam tujuan untuk dapat terselenggaranya
pembagian pendapatan yang merata.
3)
Fungsi
Stabilitasi
Maksudnya, peranan pemerintah dalam tujuan untuk terpeliharanya tingkat
kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga relatif stabil, dan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.[13]
F.
INSTRUMEN
KEBIJAKAN FISKAL
Instrumen kebijakan fiskal adalah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari
sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada
ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum. Perubahan dalam tingkat dan komposisi pajak dan
pengeluaran pemerintah dapat berdampak pada variabel-variabel berikut dalam
perekonomian:
Aggregate demand and the level of
economic activity ( Permintaan agregat dan tingkat kegiatan ekonomi );
The pattern of resource allocation
(Pola alokasi sumber daya);
The distribution of income
(Distribusi pendapatan);
Kebijakan fiskal mengacu pada efek
keseluruhan hasil anggaran pada kegiatan ekonomi. Sikap yang tiga kemungkinan
kebijakan fiskal yang netral, ekspansif, dan kontraktif:
Sebuah sikap netral menyiratkan
kebijakan fiskal anggaran berimbang di mana G = T (Pemerintah pengeluaran =
Pajak pendapatan). Pengeluaran pemerintah sepenuhnya didanai oleh penerimaan
pajak dan hasil keseluruhan anggaran memiliki efek netral pada tingkat kegiatan
ekonomi.
Sikap ekspansif kebijakan fiskal
bersih melibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah (G> t) melalui
pengeluaran pemerintah meningkat, penurunan pendapatan pajak, atau kombinasi
dari keduanya. Hal ini akan mengakibatkan defisit anggaran yang lebih besar
atau lebih kecil daripada surplus anggaran pemerintah sebelumnya, atau defisit
jika sebelumnya pemerintah memiliki anggaran berimbang. Ekspansioner kebijakan
fiskal biasanya berhubungan dengan defisit anggaran.
Sebuah kontraktif kebijakan fiskal
(G <T) terjadi ketika bersih dikurangi pengeluaran pemerintah baik melalui
pendapatan pajak yang lebih tinggi, mengurangi pengeluaran pemerintah, atau
kombinasi dari keduanya. Hal ini akan mengakibatkan defisit anggaran yang lebih
rendah atau surplus yang lebih besar daripada pemerintah sebelumnya, atau
surplus jika sebelumnya pemerintah memiliki anggaran berimbang. Contractionary
fiscal policy is usually associated with a surplus. Kontraktif kebijakan fiskal
biasanya berhubungan dengan surplus.[14]
G.
Bentuk-
bentuk kebijakan fiscal
Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga
kategori, yaitu:
1.
Kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah
atas barang dan jasa.
Pembelian pemerintah atau belanja negara merupakan unsur di dalam pendapatan nasional yang dilambangkan dengan huruf “G”.Pembelian atas barang dan jasa pemerintah ini mencakup pemerintah daerah, dan pusat.Belanja pemerintah ini meliputi pembangunan untuk jalan raya, jalan tol, bangunan sekolah, gedung pemerintahan, peralatan kemiliteran, dan gaji guru sekolah.
Pembelian pemerintah atau belanja negara merupakan unsur di dalam pendapatan nasional yang dilambangkan dengan huruf “G”.Pembelian atas barang dan jasa pemerintah ini mencakup pemerintah daerah, dan pusat.Belanja pemerintah ini meliputi pembangunan untuk jalan raya, jalan tol, bangunan sekolah, gedung pemerintahan, peralatan kemiliteran, dan gaji guru sekolah.
2.
Kebijakan yang menyangkut perpajakan
Pajak
merupakan pendapatan yang paling besar di samping pendapatan yang berasal dari
migas.Baik perusahaan maupun rumah tangga mempunyai kewajiban melakukan
pembayaran pajak atas beberapa bahkan seluruh kegiatan yang dilakukan.Pajak
yang dibayarkan digunakan semata-mata untuk pembangunan negara
tersebut.Kebijakan pemerintah atas perpajakan mengalami pembaharuan dari waktu
ke waktu, hal ini disebut tax reform (pembaharuan pajak).Tax reform yang
dilakukan pemerintah mengikuti adanya perubahan di dalam masyarakat, seperti
meningkatnya pendapatan, meningkatnya.
3.
Kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer.
Pembayaran
transfer meliputi kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial, dan
tunjangan pensiun. Jika dilihat pembayaran transfer merupakan bagian belanja
pemerintah tetapi sebenarnya pembayaran tansfer tidak masuk dalam komponen G di
dalam perhitungan pendapatan nasional. Alasannya yaitu karena transfer bukan
merupakan pembelian sesuatu barang yang baru diproduksi dan pembayaran tersebut
bukan karena jual beli barang dan jasa. Pembayaran transfer mempengaruhi
pendapatan rumah tangga, namun tidak mencerminkan produksi perekonomian. Karena
PDB dimaksudkan untuk mengukur pendapatan dari produksi barang dan jasa serta
pengeluaran atas produksi barang dan jasa, pembayaran transfer tidak dihitung
sebagai bagian dari belanja pemerintah.[15]
Salah
satu gagasan utama Keynes pada tahun 1930-an adalah kebijakan fiskal dapat dan
hendaknya digunakan untuk menstabilkan tingkat keluaran dan peluang kerja.
Secara spesifik menurut Keynes, terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh
pemerintah dalam kebijakan fiskal yaitu:
·
Kebijakan fiskal ekspansioner yaitu memotong
pajak dan/atau menaikkan pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari
penurunan.
·
b.Kebijakan fiskal kontraksioner yaitu
menaikkan pajak dan/atau memangkas pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian
dari inflasi.
` Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan
fiskal mempunyai pengaruh baik jangka panjang maupun jangka pendek. Kebijakan
fiskal mempengaruhi tabungan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka
panjang , [16]
H.
Macam-
macam kebijakan fiscal
Kebijakan
Anggaran / Politik Anggaran :
1.
Pembiayaan fungsional
Pembiayaan pengeluaran pemerintah ditentukan
sedemikian rupa sehingga tidak langsung berpengaruh terhadap pendapatan
nasional.Tujuan utama adalah meningkatkan kesempatan kerja
(employment).Penerimaan pemerintah dari sektor pajak bukan untuk menigkatkan
penerimaan pemerintah, namun untuk mengatur pengeluaran dari pihak swasta.Untuk
menekan inflasi, maka diatasi dengan kebijakan pinjaman.Jika sektor pajak dan
pinjaman tidak berhasil, maka tindakan pemerintah adalah mencetak uang.Jadi,
dalam hal ini, sektor pajak dengan pengeluaran pemerintah terpisah.
2.
Pengelolaan anggaran
Penerimaan dan pengeluaran dengan perpajakan
dan pinjaman adalah paket yang tidak bisa terpisahkan.Dalam penjelasan Alvin
Hansen, untuk menciptakan anggaran yang berimbang, maka diperlukan resep bahwa
jika terjadi depresi, maka ditempuh anggaran defisit, dan jika terjadi inflasi
maka ditempuh anggaran belanja surplus.
3.
Stabilisasi anggaran otomatis
Dalam stabilisasi anggaran ini, diharapkan
terjadi keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah tanpa adanya
campur tangan langsung pemerintah yang disengaja.Dalam hal ini, pengeluaran
pemerintah ditekan pada asas manfaat dan biaya relatif dari setiap paket
program.Pajak ditetapkan sedemikian rupa sehingga terdapat anggaran belanja
surplus dalam kesempatan kerja penuh.
4.
Anggaran belanja seimbang
Kebijakan anggaran belanja yang dianut
masing-masing negara dapat berbeda-beda, tergantung pada keadaan dan arah yang
akan dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjangnya. Berikut beberapa cara
yang dapat ditempuh negara dalam mencapai manfaat tertinggi dalam mengelola
anggaran.
·
Anggaran berimbang
pengeluaran (belanja) dengan penerimaan sama. Keadaan
seperti ini dapat menstabilkan ekonomi dan anggaran.Dalam hal ini, pengeluaran
disesuaikan dengan kemampuan.
·
Anggaran surplus
tidak semua penerimaan negara dibelanjakan. Sehingga
memungkinkan adanya tabungan pemerintah.Anggaran ini tepat diterapkan saat
keadaan ekonomi mengalami inflasi.
·
Anggaran defisit
anggaran disusun sedemikian rupa sehingga
pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. Anggaran ini dapat mengakibatkan
inflasi karena untuk menutup inflasi, pemerintah harus meminjam atau mencetak
uang.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
sering disebut budget. Budget pada hakikatnya adalah rencana kerja pemerintah
yang akan dilakukan dalam satu tahun yang dituangkan dalam angka – angka
rupiah.[17]
Tugas – tugas pemerintah bukan hanya sebagai lembaga pelayanan untuk menjaga dan melindungi masyarakat namun juga sebagai pengatur kegiatan ekonomi dan perdagangan sehingga anggaran (budget) harus mampu memperkecil pengaruh gejolak pasang surut ekonomi nasional.
Di dalam perjalanannya, pertumbuhan ekonomi di
Indonesia masih berada pada tahap perkembangan.seiring dengan berjalannya
pemerintahan, pengeluaran pemerintah atas kegiatan-kegiatan pemerintahan yang
mencakup pengeluaran di bidang politik maupun di bidang ekonomi yang mana
semuanya sudah di rencanakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Dalam mengelola sumber pendapatan dan pengeluaran pemerintah,
pemerintah dalam ini melakukan kebijakan-kebijakan baik kebijakan di bidang
moneter maupun kebijakan fiskal.yang mana kebijakan ini akan memberikan dampak
yang berpengaruh besar terhadap pemerintah dalam menjalankan kegiatan di bidang
perekonomian di Indonesia.
2.
APBN
A. Pengertian APBN
Menurut
UU No. 17 Tahun 2003, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN adalah
rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).
Pasal
23 Ayat (1) UUD 1945, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai
wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang –
undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar –
besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal
23 Ayat (2) UUD 1945, Rancangan Undang – Undang Angaran Pendapatan dan Belanja
Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD.
B. Tujuan APBN
Kebijakan
ekonomi Indonesia pada dasarnya merupakan kesinambungan dari kebijakan tahun –
tahun sebelumnya.Kebijakan ekonomi ditujukan untuk memperkuat fundamental
ekonomi yang sudah membaik dan mengantisipasi berbagai tantangan baru yang
mungkin timbul.Sasaran kebijakan ekonomi adalah menjaga stabilitas ekonomi dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat menyerap
lebih besar tenaga kerja sehingga mengurangi kemiskinan.Oleh karena itu APBN
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengendali tingkat inflasi.Jumlah
penerimaan dan pengeluaran APBN harus digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi negara dan masyarakat.
C. Fungsi APBN
a)
Fungsi Otorisasi
Anggaran
negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan,
Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan
kepada rakyat.
b)
Fungsi Alokasi
Pemerintah
harus membagikan pendapatan yang telah diterima ke pos – pos belanja yang telah
ditetapkan di dalam APBN.Pengalokasian tersebut penting artinya bagi
keberhasilan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
c)
Fungsi Perencanaan
Dengan
APBN, pemerintah dapat merencanakan untuk menciptakan dan meningkatkan
kemakmuran rakyat. Misalnya pembangunan jalan untuk memperlancar kegiatan
ekonomi masyarakat atau negara serta dapat merencanakan pembangunan
infrastruktur lainnya dengan anggaran yang ada.
d)
Fungsi Distribusi
Pendapatan
negara tidak semuanya akan dibelanjakan untuk membangun sarana dan prasarana
umum. Sebagian akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk dana pensiun
(transfer payment) dan dapat juga berupa subsidi/bantuan.
e)
Fungsi Stabilisasi
Anggaran
pemerintah akan menjadi alat untuk memelihara dan selalu mengupayakan
keseimbangan pokok perekonomian.
f)
Fungsi Pengawasan
APBN
menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
telah sesuai denga ketentuan yang ditetapkan.Dengan demikian penyusunan APBN
memudahkan rakyat untuk menilai tindakan pemerintah dalam menggunakan uang
negara.
D. Komponen – komponen APBN
APBN
mempunyai dua komponen besar yaitu :
1.
Anggaran pendapatan Negara terdiri dari :
a.
Pajak
b.
Retribusi
c.
Royalti
d.
Bagian laba BUMN
e.
Dan berbagai pendapatan non-pajak lainnya.
2.
Anggaran pengeluaran pemerintah Pusat terdiri dari :
a.
Pengeluaran pemerintah pusat
b.
Pengeluaran pemerintah daerah
E. Proses Terjadinya Pengeluaran APBN
Untuk
mengeluarkan APBN, terdapat 3 tahap yang harus dilakukan, yaitu:
1. Penyusunan APBN
Menteri
Keuangan dan Badan Perencanaan Nasional atas nama Presiden mempunyai
tanggungjawab dalam mengkoordinasikan penyusunan APBN. Menteri Keuangan
bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan penyusunan konsep anggaran belanja
rutin. Sementara itu Bappenas dan Menteri Keuangan bertanggungjawab dalam
mengkoordinasikan penyusunan anggaran belanja pembangunan
2. Pelaksanaan APBN
Setelah
APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut
dengan Peraturan Presiden.
Berdasarkan
perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami
revisi/perubahan.Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU
Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.Perubahan APBN dilakukan
paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran DPR.
Dalam
keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan
pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.
3. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
Selambatnya
6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
F. APBN Realisasi versus APBN Revisi
Ada
dua versi APBN, yakni APBN realisasi dan APBN revisi.APBN yang direvisi
biasanya disebut APBN- Perubahan (APBN-P).Revisi bisa dilakukan dengan atau
tanpa kebijakan. Realisasi APBN bisa lebih besar, sama atau lebih kecil dari
anggaran, baik anggaran awal atau anggaran yang telah direvisi. Memang yang
penting bagi pemerintah adalah setelah dilakukan revisi, defisit anggaran bisa
lebih kecil atau paling tidak bertambah besar, tetapi tentu ini sangat
tergantung pada kondisi perekonomian saat itu yang menjadi alasan utama revisi
APBN atau RAPBN dilakukan. Revisi APBN tidak selalu berarti beban pemerintah
semakin berat, atau pengeluaran dan defisit APBN yang direvisi tidak harus
selalu lebih besar dari anggaran semula, tergantung penyebab utama dilakukannya
revisi dan metode penghitungannya serta asumsi – asumsi baru yang menjadi dasar
revisi.
G.
Desentralisasi Fiskal
Kebijakan
desentralisasi fiskal dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Republik Kesatuan Indonesia. dalam hal
pelaksanaanya, penerapan kebijakan ini selain menghasilkan hal-hal positif
sebagaimana yang diharapkan ternyata juga berpotensimenimbulkan resiko fiskal.
Resiko Fiskal dari desentarlisasi fiskal diantaranya, bersumber dari
kebijakan pemekaran daerah, tunggakan pemerintah daerah atas pengembalian
penerusan pinjaman dari luar negeri dan rekening pinjaman daerah serta pengalihan
pajak pusat menjadi pajak daerah.
H.
Analisis Empiris dari kebijakan fiscal
Salah
satu jalur lewat mana pemerintah bisa mempengaruhi atau memainkan peran
ekonominya adalah lewat kebijakan fiskal. Hal ini dilakukan dengan menaikkan
atau menguranri pengeluarannya . Oleh karena itu, dalam menyusun APBN
saat ini untuk tahun depan, yang berarti untuk mempengaruhi perekonomian
nasional tahun depan, pemerintah harus terlebih dahulu membuat perkiraan-
perkiraan mengenai kondisi perekonomian Indonesia dan global tahun depan.
Sebagai ilustrasi empiris, pentingnya kebijakan fiskal yang ekspansif untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi pada saat ekonomi mengalami kelesuan (dicerminkan
oleh pertumbuhan PDB yang cenderung merosot dan perubahan harga yang cenderung
menurun atau deflasi ).
I.
APBN dan Kebijaksanaan Fiskal
Pengaruh
kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang
berurutan, yaitu :
1.
Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi
suatu APBN
2.
Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian
APBN mempunyai dua kategori, kategori yang pertama yaitu, mencatat pengeluaran dan penerimaan yang terdiri dari beberapa pos utama diantaranya,
penerimaan dan pengeluaran
·
Pajak (berbagai macam)
·
Pinjaman dari Bank Sentral
·
Pinajaman dari masyarakat dalam negeri
·
Pinjaman dari luar negeri
·
Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang/jasa
·
Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai
·
Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment
Kebijakan anggaran pemerintah dahulu selalu mengharuskan kebijakan anggaran berimbang. Kebijakan anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Namun pada saat ini kebijakan anggran dapat menjadi kebijakan anggaran defisit (defisit budget), anggaran surplus (surplus budget).
Kebijakan
anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih
besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian.Dalam hal
ini, peningkatan pengeluaran yaitu pembelian pemerintah atas barang dan jasa.Peningkatan
pembelian atau belanja pemeritah berdampak terhadap peningkatan pendapatan
nasional.Contohnya pemerintah mengadakan proyek membangun jalan raya.dalam
proyek ini pemerintah membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk
menyelesaikannya. dengan kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga
kerja. hal ini membuat pendapatan orang yang bekerja di situ bertambah.
Anggaran defisit memiliki keunggulan maupun kelemahan, salah satu keunggulannya
adalah terdapat penertiban pada angka defisit dan nilai tambahan utang yang
jelas dan lebih transparan serta bisa diawasi masyarakat. Menurut Menkeu Agus
DW Martowardojo penerapan kebijakan anggaran defisit tujuannya untuk
menciptakan ekspansi fiskal dan menguatkan pertumbuhan ekonomi agar tetap
terjaga pada level yang tinggi. Umumnya sangat baik digunakan jika keadaan
ekonomi sedang resesif. . Anggaran defisit salah satunya dengan melakukan
peminjaman/hutang, dahulu pemerintahan Bung Karno pernah menerapkannya dengan
cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank Indonesia, yang terjadi
kemudian adalah inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang yang
beredar di masyarakat sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang defisit
dipinjamlah uang dari rakyat, sayangnya rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk
memberi pinjaman pada pemerintah.akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang
dari luar negeri. Ini merupakan salah satu kasus yang menggambarkan kelemahan
dari anggaran defisit.
Sedangkan,
anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih
besar daripada pengeluarannya.Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan
ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating)
untuk menurunkan tekanan permintaan.
Anggaran
surplus (Surplus Budget)/ Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan
pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya.
Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi
yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
Cara kerja anggara surplus adalah kebalikan dari anggaran defisit, uang yang
didapat pemerintah dari pendapatan pajak lebih banyak dari yang dibelanjakan,
pemerintah memenfaatkan selisihnya untuk melunasi beberapa hutang pemerintah
yang masih ada. Surplus anggaran akan menaikkan dana pinjaman, mengurangi suku
bunga dan meningkatkan investasi. Investasi yang lebih tinggi seterusnya dapat
meningkatkan akumulasi modal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
3.
APBD
Mustopadidjaya mengemukakan, bahwa kegiatan Penyusunan
Anggaran Pemerintah Daerah (APBD) meliputi
perencanaan pendapatan dan pengeluaran. Pada sisi pendapatan dilakukan estimasi
penerimaan daerah yang mungkin dicapai pada tahun yang akan datang, begitu juga
dengan pemikiran pengeluaran rutin, termasuk belanja pegawai dan lain
sebagainya. Atas dasar pemikiran penerimaan dan pengeluaran rutin tersebut
diketahui, besar tabungan pemerintah, dengan demikian besarnya dana untuk
mencapai berbagai sasaran dapat diperhitungkan.[18]
Revrisond
Baswir menyatakan, bahwa tiap-tiap negara menggunakan sistem anggaran negara
berbeda. Perbedaan ini, disamping akan menyebabkan timbulnya perbedaan dalam
orientasi penekanannya, juga akan menyebabkan timbulnya perbedaan dalam sistem
akuntasinya. Walaupun demikian, dalam setiap sistem anggaran negara hampir
selalu terdapat tiga aspek sebagai berikut : aspek perencanaan, aspek
pengelolaan dan pelaksanaan, serta aspek pertanggung jawaban.[19]
Dalam
proses pertumbuhannya hingga saat ini dikenal adanya tiga sistem anggaran
sebagai berikut :
A. Sistem Anggaran Tradisional (Line
Item Budgeting system)
Sistem
anggaran tradisional dikenal juga sebagai sistem anggaran berdasarkan objek
pengeluaran. Titik berat perhatian pada sistem anggaran ini terletak pada segi
pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan anggarannya.
B. Sistem anggaran kinerja
Sistem
anggaran kinerja (performance
budgeting system) merupakan penyempurnaan dari sistem anggaran
tradisional, maka titik berat perhatian pada sistem anggaran kenerja ini
diletakkan pada segi manajemen anggaran. Yaitu dengan memperhatikan baik segi
ekonomi dan keuangan pelaksanaan anggaran maupun hasil fisik yang dicapainya.
Disamping itu, dalam sistem anggaran kinerja ini juga diperhatikan fungsi dari
masing- masing lembaga negara serta pengelompokan kegiatannya. Sedangkan
orientasi lebih dititik beratkan pada segi pengendalian anggaran serta
efisiensi pelaksanaan setiap kegiatan.
C. Sistem anggaran (Planning Programing
Budgeting system)
Sistem
anggaran program ini merupakan penyempurnaan lebih lanjut dari sistem anggaran
kinerja dan mulai diterapkan pada tahun 1965. Dibandingkan dengan sistem
anggaran tradisional dan sistem anggaran PPBS terletak diantara keduanya.
Karena itulah titik berat perhatian pada sistem anggaran program ini tidak lagi
terletak pada segi pengendalian anggaran, melainkan pada segi persiapan
anggaran.
4. Penyusunan anggaran pemerintah daerah (APBD)
a.
Kunardjo menyatakan bahwa penyusunan anggaran pemerintah daerah ( APBD)
mempunyai fungsi utama yaitu :
- Fungsi alokasi dimaksudkan untuk penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat akan sarana dan prasarana yang tidak mungkin disediakan oleh swasta atau saling melengkapi antara pemerintah dan swasta.
- Fungsi distribusi adalah anggaran yang menyangkut kebijaksanaan pemerintah dalam masalah pemerataan pendapatan antar warga negara agar kesenjangan dan penerimaan pendapatan dapat dikurangi.
- Fungsi stabilisasi adalah anggaran yang menyangkut masalah terpeliharanya tingkat kesempatan kerja yang tinggi, kestabilan harga dan pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai.[20]
Sementara itu D. J. Mamesah (1995:79) mengatakan, bahwa penyusunan
anggaran pemerintah daerah (APBD), tidak terlepas dari pelaksanaan salah satu fungsi
organik manajemen yaitu perencanaan. Sebagai salah satu fungsi organik
manajemen maka selayaknya apabila setiap pemerintah daerah yang menginginkan
tercapainya tujuan secara berdaya guna dan berhasil guna melaksanakan
perencanaan ini dengan sebaik-baiknya, baik daerah tingkat I maupun daerah
tingkat II.
b.
Sementara D.J. Mamesah mengemukakan, bahwa dalam penyusunan anggaran
pemerintah daerah (APBD) perlu ditambah empat prinsip lagi :
- Prinsip kemandirian, dimana adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) serta adanya upaya ketepatan penggunaan dana yang tersedia agar dapat mengurangi ketergantungan kepada instansi yang lebih tinggi.
- Prinsip prioritas, dimana dalam penyusunan anggaran agar diupayakan mempertajam prioritas dalam penggunaan dana.
- Prinsip efesiensi dan efektifitas anggaran, dimana pengendalian pembiayaan dan penghematan yang menyeluruh pada prioritas daerah tersebut diatas.
- Prinsip disiplin anggaran, dimana setiap dinas /lembaga/satuan kerja daerah yang memperoleh anggaran harus dapat menggunakan secara efisien, tepat guna dan tepat waktu pertanggungjawabannya, serta tidak melaksanakan kegiatan atau proyek yang tidak tersedia/ belum tersedia kredit anggarannya dalam APBD.
Penyusunan dan penetapan APBN dan APBD menurut UU No. 17 Tahun 2003
Ketentuan
mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam UU No. 17 Tahun 2003 meliputi penegasan tujuan dan fungsi
penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses
penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja
dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan
anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan
anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara.
Dalam upaya untuk
meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan
pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan
dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dengan
itu, dalam UU No. 17 Tahun 2003 ini disebutkan bahwa belanja negara danbelanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap
pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja
harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang
tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor
publik adalah penerapan anggaran
berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis
prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi
serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem
akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem
penyusunan rencana kerja
dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah.
Dengan penyusunan
rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat
terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan
pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang
bersangkutan.
Sejalan dengan
upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik,
perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan
klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan
transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran
berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai
kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor
publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik
keuangan pemerintah.
Sebelum
diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2003, anggaran belanja pemerintah dikelompokkan
atasanggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan.
Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan
yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya
pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya
duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran.
Sementara itu,
penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima
tahunan yang ditetapkan dengan undangundang dirasakan tidak realistis dan
semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dalam era globalisasi.
Perkembangan
dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan
anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan
di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran
dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi
menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang
ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD,
termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi
pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
5. PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN
a. Tujuan dan fungsi dan klasifikasi APBN (Pasal 11):
(1) APBN merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara
yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang.
(2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan.
(3) Pendapatan
negara terdiri
atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
Pasal 1 angka 13
UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan pendapatan
negara adalah hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
(4) Belanja
negara dipergunakan
untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Pasal 1 angka 14
UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan belanja
negara adalah kewajiban
pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
(5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Rincian belanja
negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian
negara/lembaga pemerintahan pusat.
Rincian belanja
negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan
umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan
dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan
perlindungan sosial.
Rincian belanja
negara menurut jenis
belanja (sifat ekonomi)
antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga,
subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
b. Ketentuan umum penyusunan APBN (Pasal 12):
(1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
Dalam menyusun
APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan
dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berpedoman kepadarencana kerja Pemerintah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit,
ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam
Undang-undang tentang APBN.
Defisit anggaran
dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi
maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat
mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Penggunaan surplus
anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi
sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana
cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
c. Mekanisme penyusunan APBN (Pasal 13):
(1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok
kebijakan fiskal dan kerangka
ekonomi makrotahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan
Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi
makro danpokok-pokok
kebijakan fiskal yang
diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan
APBN tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kerangka
ekonomi makro dan pokok-pokok
kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan
Rakyat membahas kebijakan
umum dan prioritas anggaran untuk
dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan
anggaran.
d. Mekanisme penyusunan APBN Pasal 14
(1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga
selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja
dan anggaran kementerian
negara/lembaga tahun berikutnya.
(2) Rencana
kerja dan anggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkanprestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana
kerja dan anggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan
belanja untuk
tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
(4) Rencana
kerja dan anggaran dimaksud
dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan
APBN.
(5) Hasil pembahasan rencana
kerja dan anggaran disampaikan
kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan
undang-undang tentang APBN tahun
berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja
dan anggaran kementerian
negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
e. Mekanisme penyusunan dan penetapan APBN (Pasal 15):
(1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan
Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan
Undang-undang tentang APBN dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan
perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang
tentang APBN.
Perubahan
Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak
mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan
Undangundang tentang APBN dilakukan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
(5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan
Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat
melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran
sebelumnya.
5. PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD
a. Tujuan dan fungsi dan klasifikasi APBD (Pasal 16):
1.
APBD merupakan wujud
pengelolaan keuangan daerah yang
ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.
2.
APBD terdiri atas anggaran
pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
3.
Pendapatan daerah berasal dari
pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih.
4.
Belanja daerah dirinci menurut
organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih. Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan
perangkat daerah/lembaga teknis daerah.
Rincian belanja
daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan
keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan,
pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
Rincian belanja
daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan
sosial.
a. Ketentuan umum penyusunan APBD (Pasal 17):
1.
APBD disusun sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja
operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
2.
Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
3.
Dalam hal anggaran diperkirakan defisit,
ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan
Daerah tentang APBD. Defisit anggaran dimaksud
dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan.
Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang
bersangkutan.
4.
Dalam hal anggaran diperkirakan surplus,
ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip
pertanggungjawaban antar generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk
pengurangan utang, pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
b. Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 18):
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum
APBD tahun
anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya
pertengahan Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan
umum APBD yang
diajukan oleh Pemerintah Daerah dalampembicaraan pendahuluan RAPBD tahun
anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kebijakan
umum APBD yang
telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah membahas prioritas
dan plafon anggaran sementarauntuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah.
c.
Mekanisme penyusunan APBD
(Pasal 19):
(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
selaku pengguna anggaran menyusun rencana
kerja dan anggaran Satuan
Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
(2) Rencana
kerja Satuan
Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkanprestasi kerja
yang akan dicapai.
(3) Rencana
kerja dan anggaran dimaksud
dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan
belanja untuk
tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.
(4) Rencana
kerja dan anggaran dimaksud
dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD.
(5) Hasil pembahasan rencana
kerja dan anggaran disampaikan
kepada pejabat
pengelola keuangan daerah sebagai
bahan penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD tahun
berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja
dan anggaran Satuan
Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan
Daerah.
d.
Mekanisme penyusunan dan
penetapan APBD (Pasal 20):
(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD, disertaipenjelasan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada
DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
(3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD.
Perubahan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang
tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBDdilakukan selambat-lambatnya satu
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah
Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD
tahun anggaran sebelumnya
Contoh Kebijakan Fiskal Di Indonesia
Tentu Anda sering mendengar pemberitaan di media
massa mengenai
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Harga BBM dari waktu ke waktu senantiasa naik. Apa pengaruh kenaikan harga BBM ini terhadap keuangan negara? Apakah diuntungkan atau dirugikan? Sebagai Negara penghasil minyak bumi tentu akan diuntungkan dengan adanya kenaikan harga minyak bumi di dunia. Namun, kenyataannya negara tetap dirugikan dengan adanya kenaikan harga tersebut. Mengapa? Karena jumlah konsumsi minyak dalam negeri lebih besar daripada jumlah yang diproduksi sehingga negara harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi dalam negeri. Di satu sisi, harga BBM di dalam negeri lebih rendah dibanding harga di pasar internasional. Ini karena adanya subsidi BBM. Subsidi merupakan pengeluaran pemerintah. Sehingga kenaikan harga minyak bumi justru akan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM. Tingginya subsidi yang harus dibayarkan akan membebani APBN. Kemudian, apa yang dilakukan pemerintah
untuk menekan pengeluaran subsidi tersebut, agar keuangan Negara (APBN) tetap aman? Pemerintah kadang perlu mengubah pengeluaran dan penerimaan dalam APBN untuk menyesuaikan dengan kondisi pada waktu itu. Kebijakan yang dilakukan dengan cara mengubah pengeluaran dan penerimaan negara yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas ekonomi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, serta keadilan dalam
distribusi pendapatan kita kenal dengan kebijakan fiskal atau politik fiscal.
Penurunan yang tajam dari dalam harga-harga umum (deflasi) jelas akan mendorong timbulnya pengangguran karena sektor usaha swasta akan kehilangan harapan untuk mendapat keuntungan. Demikian pula sebaliknya, harga-harga umum yang meningkat terus (inflasi) juga mempunyai akibat yang tidak baik bagi perekonomian. Karena penghasilan yang diterima oleh masyarakat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang harganya terus naik. Inflasi yang berkepanjangan akan melemahkan perekonomian karena para memilik modal akan beralih dari investasi produktif ke
investasi dalam bentuk barang-barang tahan lama seperti rumah, tanah, dan gedung karena hal ini lebih menguntungkan daripada investasi produktif. Untuk mengatasi kondisi deflasi maupun inflasi, kebijakan fiscal dilaksanakan melalui kebijakan berikut ini.[21]
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Harga BBM dari waktu ke waktu senantiasa naik. Apa pengaruh kenaikan harga BBM ini terhadap keuangan negara? Apakah diuntungkan atau dirugikan? Sebagai Negara penghasil minyak bumi tentu akan diuntungkan dengan adanya kenaikan harga minyak bumi di dunia. Namun, kenyataannya negara tetap dirugikan dengan adanya kenaikan harga tersebut. Mengapa? Karena jumlah konsumsi minyak dalam negeri lebih besar daripada jumlah yang diproduksi sehingga negara harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi dalam negeri. Di satu sisi, harga BBM di dalam negeri lebih rendah dibanding harga di pasar internasional. Ini karena adanya subsidi BBM. Subsidi merupakan pengeluaran pemerintah. Sehingga kenaikan harga minyak bumi justru akan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM. Tingginya subsidi yang harus dibayarkan akan membebani APBN. Kemudian, apa yang dilakukan pemerintah
untuk menekan pengeluaran subsidi tersebut, agar keuangan Negara (APBN) tetap aman? Pemerintah kadang perlu mengubah pengeluaran dan penerimaan dalam APBN untuk menyesuaikan dengan kondisi pada waktu itu. Kebijakan yang dilakukan dengan cara mengubah pengeluaran dan penerimaan negara yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas ekonomi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, serta keadilan dalam
distribusi pendapatan kita kenal dengan kebijakan fiskal atau politik fiscal.
Penurunan yang tajam dari dalam harga-harga umum (deflasi) jelas akan mendorong timbulnya pengangguran karena sektor usaha swasta akan kehilangan harapan untuk mendapat keuntungan. Demikian pula sebaliknya, harga-harga umum yang meningkat terus (inflasi) juga mempunyai akibat yang tidak baik bagi perekonomian. Karena penghasilan yang diterima oleh masyarakat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang harganya terus naik. Inflasi yang berkepanjangan akan melemahkan perekonomian karena para memilik modal akan beralih dari investasi produktif ke
investasi dalam bentuk barang-barang tahan lama seperti rumah, tanah, dan gedung karena hal ini lebih menguntungkan daripada investasi produktif. Untuk mengatasi kondisi deflasi maupun inflasi, kebijakan fiscal dilaksanakan melalui kebijakan berikut ini.[21]
·
Mengubah Pengeluaran Pemerintah
kondisi
inflasi, uang yang beredar melebihi dari yang diperlukan dalam perekonomian.
Untuk itu pemerintah mengurangi pengeluaran sehingga mengakibatkan tabungan
(pendapatan lebih besar daripada pengeluaran).
·
Mengubah Tingkat Pajak
Menaikkan
tarif pajak pendapatan masyarakat sehingga mengakibatkan
turunnya tingkat konsumsi masyarakat.
turunnya tingkat konsumsi masyarakat.
·
Pinjaman Paksa
Pemerintah
memotong gaji pegawai negeri sebagai pinjaman pemerintah untuk mengurangi
jumlah uang yang beredar.
[2]
http://dientha-euuy.blogspot.com/2012/06/pengaruh-krisis-globalterhadap.html/14/10/2013/16.40WIB
[5] Suharman, Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi
Mikro dan Makro, (Surabaya:
Airlangga University Press,1984), hlm. 38
[11] http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2348947-contoh-kebijakan-fiskal-di-indonesia/#ixzz2htDYxzgq/14/10/2013/16.40WIB
[13] Suharman,
Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, (Surabaya:
Airlangga University Press,1984), hlm. 42
[18] AR, Mustopadidjaya, Sistem
dan Proses Penyusunan APBDN, ( Ujung Pandang: Modul pada Program Diklat
TMPP-D Angkatan XV, 1997), hlm. 8
[19] Baswir
Revrisond, Akuntansi Pemerintahan Indonesia, Edisi ketiga, (Yogyakarta:
BPFE, 1997),hlm. 27
[20] Kunarjo, Perencanaan dan
Pembiayaan Pembangunan, Edis ketiga( Jakarta: UI- Press, 1996), hlm. 138
matur nuwun . . .
BalasHapus