Kekuatan Ideologi Politik di Pentas Sejarah Pergerakan Bangsa Indonesia
Ideologi berisi tatanan nilai
yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pedoman untuk menjalankan kehidupan
bersama dalam rangka meraih harapan-harapan yang dicita-citakan bersama.
Tatanan nilai yang kemudian membentuk ideologi tersebut dapat berasal dari adat
istiadat dan dapat pula bersumber dari suatu ajaran agama, atau merupakan
gabungan keduanya. Fungsi dari ideologi ini adalah sebagai referensi konseptual
yang memberikan koherensi pada aksi politik. Ideologi memainkan peranan dalam
melekatkan hubungan pola pikir dan tingkah laku. Political Ideology is an
aplication of particular moral preceptions to collectivities.
Ideologi politik mencakup (1)
perilaku yang didasari sebuah nilai atau norma yang kemudian mempengaruhi
pelaku-pelaku politik dalam ekspresi-ekspesi ideologisnya, (2) kegiatan dalam
aspirasi sangat berpengaruh pada sikap dan tindakan pelaku politik untuk
mempengaruhi para penguasa kebijakan dalam negara dan (3) untuk mempengaruhi
rakyat tentang nilai-nilai agama sebagai orientasi utama dalam setiap bidang
kehidupan.
Dalam ilmu sosial, ideologi
politik adalah sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana
seharusnya masyarakat bekerja, dan menawarkan ringkasan order masyarakat
tertentu. Ideologi politik biasanya mengenai dirinya dengan bagaimana mengatur
kekuasaan dan bagaimana seharusnya dilaksanakan. Teori komunis Karl Marx,
Friedrich Engels dan pengikut mereka, sering dikenal dengan marxisme, dianggap
sebagai ideologi politik paling berpengaruh dan dijelaskan lengkap pada abad
20. Contoh ideologi lainnya termasuk: anarkisme, kapitalisme, komunisme,
komunitarianisme, konservatisme, neoliberalisme, demokrasi kristen, fasisme,
monarkisme, nasionalisme, nazisme, liberalisme, libertarianisme, sosialisme,
dan demokrat sosial.
Apakah pencetus ideologi
politik ataukah pengikut ideologi secara sadar akan melakukan suatu aksi atau
movement/gerakan baik dalam hal penyebaran ide-ide sampai pada gerakan yang
bersifat politik yaitu meraih kekuasaan dalam rangka mengatur kekuasaan sesuai
dengan ideology yang dianutnya. Inilah yang kemudian suatu ideologi menjadi
motor penggerak suatu gerakan atau disebut sebagai gerakan politik. Suatu
gerakan politik merupakan kelompok atau golongan yang ingin mengadakan
perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik atau ingin menciptakan suatu
tata masyarakat yang baru sama sekali, dengan memakai cara-cara politik. Tujuan
gerakan politik sifatnya fundamental (mendasar) dan ideologis.
Merujuk gagasan dari presiden
pertama Indonesia, Soekarno, setidaknya terdapat tiga ideologi politik yang
mendominasi masyarakat Indonesia, yaitu Nasionalis, Islam dan Marxis. Maka pada
perkembangan sejarah pergerakan Bangsa Indonesia, identitas ideologi politik
lahir dan berkembang seiring dengan lahir dan berkembangnya organisasi modern
yang menjadi penggerak bagi perjuangan melepaskan belengguh kolonialisasi
Belanda, sehingga organisasi politik modern yang terlahir tidak bisa dipisahkan
dengan ideologi politik yang menjadi ciri identitas politiknya. Kelahiran
Syarekat Islam (1911/1912) memiliki corak identitas politik Islam mengusung
ideologi Islam, Partai Komunis Indonesia/PKI (1920) secara tegas mengusung
ideologi Komunisme sementara ideologi Nasionalisme lahir dan berkembang setelah
berdirinya Partai Nasionalis Indonesia (PNI) tahun 1927.
Kalau berbicara pada tataran
hal yang menjadi motivasi dan orientasi dari setiap gerakan politik yang
meskipun memiliki perbedaan ideologi, secara ”dhohiriyah” lahirnya
organisasi politik pada abad ke XX memiliki hasrat keinginan yang sama yaitu
berjuang demi sebuah kemerdekaan, terbebas dari penjajahan Belanda.
Adanya hasrat yang sama ini
mendorong beberapa komponen pejuang kemerdekaan untuk mempersatukan kekuatan
ideologi politik yang berkembang saat itu. Upaya untuk mengunifikasi ideologi
Nasionalis, Islam dan Marxisme terekam pada tulisan Soekarno dalam Suluh
Indonesia Muda di tahun 1926 dengan merasionalisasikan bahwa Nasionalisme,
Islam dan Marxisme memiliki kepentingan yang sama yaitu melawan kapitalisme dan
imperialisme Barat. Sebelumnya, Tan Malaka berbicara agar Komunisme (sebagai
manifestasi pemikiran Marx oleh Lenin) tidak memusuhi pan-Islamisme, karena
adanya kesamaan visi dalam melakukan perlawanan terhadap kapitalis. Ucapan
seorang Marxist Indonesia tersebut disampaikan pada Kongres Keempat Komunis
Internasional (Comintern) pada 12 November 1922.
Perbedaan garis ideologi yang
menjadi prinsip dasar perjuangan tidak serta merta dengan adanya kesamaan misi
perjuangan, unifikasi yang digagas Soekarno atau hand together yang diinginkan
Tan Malaka itu terwujud. Inilah kenapa sejarah pada akhirnya tidak ”linier” dan
”sebangun”. Sejarah tidak menjadi satu kesatuan aksi dan gerak karena memang
kenyataan menunjukan bahwa garis ideologi politik yang berbeda melahirkan
aksi-aksi yang bersifat politik pun berbeda. Sehingga jejak sejarah yang
terekam dikemudian hari menunjukan jejak sejarah yang ”komplek”, ”tidak
linier”, dan ”tidak berdiri sendiri”.
Bila kita menggeneralisasikan
sejarah bangsa Indonesia pada setengah abad pertama di abad XX, tanpa
mempertimbangkan pada gerak ideologi politik yang menjadi motor pengerak
perjuangan maka yang hadir sekarang adalah sejarah pergerakan rakyat indonesia.
Tetapi apabila kita memilah pergerakan rakyat Indonesia itu pada tiga ideologi
yang menjadi kekuatan politik bangsa Indonesia maka secara obyektif akan lahir
tiga mazhab sejarah yaitu (1). Sejarah Pergerakan Islam Indonesia, (2). Sejarah
Pergerakan Komunis Indonesia dan (3). Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia.
Terlepas dari berbagai
analisis, interpretasi, presepsi ataupun opini atas sejarah bangsa Indonesia
dalam periode masa kapanpun terkhusus masa abad XX, fakta sejarah adalah sebuah
realitas tak terbantahkan, tak akan bisa dihapus, tak bisa dilurus-lurus atau
dibengkok-bekok karena fakta adalah fakta. Sementara analisis, interpretasi,
presepsi ataupun opini yang membangun atau merekontruksi sejarah berdasar fakta
sejarah dan melahirkan apa yang disebut tulisan sejarah adalah kajian, wawasan,
dan pemahaman sejarah yang terus menerus mengalami pembaharuan dan pembaruan
seiring dengan perkembangan “ilmu sejarah” yang menjadi alat untuk menjelaskan
sejarah.
Lahirnya mazhab-mazhab
sejarah yang memberikan “aksentuasi” penulisan sejarah pada salah satu
ideologi politik yang lahir dan tumbuh di tanah air Indonesia apakah itu Islam,
Komunis ataupun Nasionalis adalah kekayaan sejarah bangsa Indonesia. Hanya
sayang hambatan terbesar di Indonesia adalah rapuhnya pemahaman mengenai arti
penting sejarah sebagai bagian kebutuhan pendewasaan masyarakatnya.
Bagaimana pun sejarah
merupakan hal penting. Di dalamnya ada landasan eksistensi, harga diri,
kebanggaan, kritik, dan alasan untuk introspeksi. Pekerjaan penulis sejarah,
jika diartikan sebagai profesi independen yang disandangkan pada sejarawan
akademis, dapat diubah pada pengertian yang lebih sederhana. Kerangka penguatan
sipil sebagai landasan otoritas tertinggi dalam negara demokrasi tetap
mengharuskan dihormatinya institusi independen yang lahir dari rahim masyarakat
sipil yang mempunyai dinamika tersendiri. Sehingga berapa pun rezim berganti,
masyarakat akan selalu berminat untuk menuliskan sejarahnya dengan mandiri.
Maka biarlah sejarah yang bicara….
Maka biarlah sejarah yang bicara….
Komentar
Posting Komentar